Tuesday, July 10, 2007

Kapan Indonesia Bisa Memproduksi Buku Murah?

Ketika menjelajah stand-stand di Islamic Book Fair, terkadang beberapa pengunjung ada yang sengaja mencari buku murah. Motifnya tentu mereka ingin membaca dan menambah ilmu tapi apa daya kantong cekak.

Memang pameran buku adalah moment yang tepat untuk menjual buku murah, sebab buku yang diproduksi oleh penerbit tidak melalui jalur distributor yang mentolo dalam meraup keuntungan. Bayangkan, toko-toko besar umumnya meminta keuntungan 40-60%. Jika sebuah buku, misalnya di Gramedia, berbandrol Rp. 50.000,00 berarti penerbit menjual buku tersebut ke distributor dengan harga Rp. 20.000,00 sampai 30.000,00 sesuai kesepakatan. Artinya, buku-buku menjadi sangat mahal karena distributor terlalu besar mengambil keuntungan.

Terkadang kita heran, kenapa Indonesia negara penghasil kertas tetapi harga buku justru mahal? Sedangkan di Mesir yang kertas masih impor dari negara, buku di sana dijual murah? Sebagai ilustrasi, di Indonesia buku setebal 300 halaman soft cover dibandrol sekitar Rp. 30.000. Padahal di Mesir dengan ketebalan seperti itu dibandrol sekitar 8 Pounds Mesir atau sekitar Rp. 15.000. Kenapa buku di Indonesia yang masyarakatnya 20% lebih di bawah angka kemiskinan, masih mahal? Kalau demikian, kapan negara kita bisa maju?

Jawabnya, banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Seperti diterangkan peran distributor yang terlalu banyak mengambil untung, biaya produksi yang tinggi juga tidak ada kepedulian pemerintah dalam hal ini. Ironisnya, buku-buku pelajaran yang merupakan buku konsumsi "wajib" bagi para anak sekolah dijual sangat mahal. Dengan kertas yang tidak bagus—terkadang memakai kertas buram—covernya juga biasa saja tetapi harganya sangat mahal. Isunya, kondisi seperti ini disebabkan pemain buku pelajaran harus mengeluarkan uang sogokan kepada pihat terkait agar buku yang diproduksinya menjadi "kurikulum wajib" di sekolahan. Wallahu A'lam.

Sebagai perbandingan, di Mesir—tempat penulis menimba ilmu di sana selama empat tahun—pemerintah mempunyai kebijakan untuk memasarkan buku murah yang terkenal dengan program "Mahrajan Al-Qiraah" (Pameran baca buku). Setiap bulannya tidak kurang dari 10 buah buku didistribusikan ke toko buku milik pemerintah maupun lapak-lapak penjual koran dan majalah. Kebanyakan buku yang sangat ilmiah dan dijual sangat murah. Misalnya Rasail Ibnu Rusyd fi Ath-Thibb (Surat-surat Ibnu Rusyd dalam hal kedokteran) sekitar 2000 halaman dijual 10 ribuan.

Pihak swasta di sana juga punya kepedulian yang sama, misalnya Al-Azhar—yayasan yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan agama—menerbitkan buku-buku saku maupun majalah dengan harga yang sangat terjangkau sehingga masyarakat dengan kantong tipis juga bisa menikmatinya. Padahal, kalau kita cermati perekonomian Mesir dengan Indonesia tidak beda jauh. Apalagi Jakarta yang berdiri mal-mal megah, Anda tidak akan pernah menjumpai mal-mal seperti itu di Mesir—kota tua namun pendidikan dijunjung tinggi.

No comments: